Sidoarjo, intip24news.com – Memasuki hari keempat operasi SAR evakuasi korban runtuhnya bangunan di Pondok Pesantren Al Khoziny, kabupaten Sidoarjo mengevakuasi dua korban meninggal dunia.
Runtuhnya bangunan musala Pondok Pesantren Al-Khoziny terjadi pada Senin (29/9/2025) ketika salat Ashar. Sebanyak 59 orang terjebak di balik puing-puing bangunan Pondok Pesantren.
Hingga Jumat (3/10) pukul 06.00 WIB, atau 86 jam sejak bangunan Pondok Pesantren ambruk, operasi memasuki tahap evakuasi korban meninggal dunia, setelah masa pencarian darurat atau golden time dinyatakan berakhir, dan tidak lagi ditemukan tanda-tanda kehidupan di bawah reruntuhan bangunan.
SAR gabungan mulai mengerahkan alat berat berupa crane untuk memindahkan material reruntuhan dari bagian atas reruntuhan bangunan.
“Pagi ini, hari Jumat (3/10), tadi sekitar pukul 07.30 WIB, kita berhasil evakuasi lagi 1 santri kita, kemudian satu lagi berhasil kita evakuasi juga pada pukul 07.36 WIB,” ujar Direktur Operasi Pencarian dan Pertolongan Basarnas, Yudhi Bramantyo kepada wartawan, Jumat (3/10).
Namun dia belum bisa memastikan identitas korban karena masih dalam proses oleh tim DVI Polda Jawa Timur. Setelah ditemukan, korban dimasukkan ke kantong jenazah dan dibawa ke RS Bhayangkara Surabaya.
“Namun yang jelas, kedua (korban meninggal dunia) kita evakuasi dari tempat wudu, sepertinya tertimpa pecahan ditempat wudu (saat kejadian)? kita angkat kedua-duanya dari tempat wudu,” ucapnya.
Ketika ditanya kemungkinan dua korban tersebut belum sempat memasuki gedung utama Musala, Bramantyo belum bisa menjelaskan. Yang jelas, tim SAR menemukannya di reruntuhan tempat wudu.
“Saya tidak tahu apakah yang bersangkutan, karena jalan masuk ke Musala nya juga lewat tempat wudu, apa terlambat salat terus mau wudu atau setelah dia salat, terus lewat situ,” ujar Bramantyo.
SAR Mission Coordinator (SMC) Laksamana Pertama TNI Yudhi Bramantyo menjelaskan, penggunaan crane dilakukan setelah tim rescue BASARNAS melaksanakan rangkaian assessment sebanyak tiga fase, pada Rabu (1/10/2025) malam.
“Pada fase pertama, tim melakukan pengecekan tanda-tanda kehidupan di Site A1, A2, dan A3 dengan cara memanggil korban secara bergantian. Namun hasilnya nihil,” ujarnya.
Fase kedua dilanjutkan dengan penggunaan search camera yang menjangkau celah hingga kedalaman lima meter. Hasilnya, juga tidak ditemukan tanda-tanda kehidupan.
“Kemudian, fase ketiga dilakukan dengan wall scan suffer 400 untuk mendeteksi keberadaan orang di balik reruntuhan dinding beton. Hasil pemeriksaan tidak menemukan adanya tanda napas maupun denyut nadi,” ucap Bramantyo.
Tak berhenti di situ, tim rescue BASARNAS beralih menggunakan multi search seismic scanner. Peralatan ini berfungsi menangkap getaran dan suara kecil dari dalam reruntuhan untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya korban hidup.
“Selama proses assessment dan reassessment, area lokasi reruntuhan disterilisasi agar tidak ada suara tambahan yang memengaruhi hasil deteksi,” ujar Bramantyo.
Secara paralel, tim BNPB juga mengerahkan drone thermal untuk memperluas pencarian tanda-tanda kehidupan dari udara.
Setelah seluruh tahapan memastikan tidak ada respons korban dari balik reruntuhan, tim SAR gabungan bersama pihak keluarga sepakat untuk memulai proses pemindahan material dengan crane. “Upaya ini dilakukan secara bertahap agar tetap menjaga keselamatan tim di lapangan,” ucap Bramantyo.
Selain membersihkan material di bagian atas, tim SAR gabungan bersama pihak terkait juga memasang shoring atau penyangga di titik rawan. Shoring ini digunakan untuk menjaga kestabilan reruntuhan saat proses pembersihan dilakukan.