Oleh: Hasan Munawar
Alokasi dana Rp200 triliun telah didistribusikan pemerintah dari Bank Central kepada Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, dan Bank Negara Indonesia (BNI) yang masing-masing mendapat Rp55 triliun. Sementara Bank Tabungan Negara (BTN) memperoleh Rp25 triliun, dan Bank Syariah Indonesia (BSI) menerima Rp10 triliun.
Kebijakan Menteri Keuangan Purbaya Yudi Sadewa ini merupakan gebrakan arah ekonomi fiskal dan bagian dari intervensi moneter yang bertujuan menjaga stabilitas perekonomian sekaligus mendorong pertumbuhan serta menekan suku bunga kredit.
Dengan adanya injeksi dana kepada bank-bank tersebut diharapkan akan memacu penyaluran dana ke pelaku usaha dan proyek-proyek unggulan maupun ke pasar antarbank. Dengan begitu otomatis bunga pinjaman bisa turun, biaya modal turun, dan permintaan kredit naik.
“Efeknya tidak instan, tapi hampir pasti akan terlihat dalam dua minggu ke depan, dan semakin nyata dalam beberapa bulan,” kata menteri Purbaya dikutip media.
Ia menjelaskan, ada sekitar Rp400 triliun yang mengendap di Bank Central yang dianggap tidak produktif. Maka setengah dari jumlah itu disalurkan kepada bank-bank BUMN agar dapat menggerakkan likuiditas. Jumlah yang disalurkan, menurut Purbaya adalah reasonable dan masih aman bagi keuangan pemerintah.
Kebijakan ini hadir di tengah data Bank Indonesia yang mencatat nilai kredit yang belum dicairkan (undisbursed loan) per Agustus 2025 mencapai Rp 2.372,11 triliun.
Angka ini setara 22,71 persen dari total plafon kredit yang tersedia, dengan rasio terbesar berasal dari sektor industri, pertambangan, dan perdagangan untuk jenis kredit modal kerja.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, sebesar apa dampaknya bagi ekonomi masyarakat bawah dan pelaku UMKM di daerah. Jangan sampai kebijakan ini disabotase oleh pemain ekonomi menengah atas saja yang memiliki infrastruktur moneter yang besar.
Meskipun teknis penyaluran diserahkan kepada bank-bank penerima dana tersebut, perlu adanya pengawasan yang berkeadilan agar tujuan dari kebijakan ini tepat sasaran.
Diharapkan adanya tim monitoring yang bekerja di bawah untuk mengukur efektifitas dari penyaluran dana tersebut.
Jika target penyaluran adalah Koperasi Merah Putih, maka. ini benar-benar harus dikawal oleh lembaga independen. Sebagai mana kita rahu bahwa program Koperasi Merah Putih ini pun belum terbukti berdampak bagi masyarakat di desa.
Dengan dukungan dana ini, diharapkan Koperasi Merah Putih seyogyanya dapat menjadi solusi tuntas permasalahan ekonomi warga di tingkat bawah. Dapat menjadi obat dari penyakit bank-bank ilegal dan kredit tengkulak sekaligus membangkit roda ekonomi masyarakat.
Kita tunggu kondisi riil dari dampak kucuran dana tersebut sambil mengawal asa agar sampai kepada maksud dan tujuan.
Hasan Munawar
Redaktur Eksekutif
































