Jurnalis: Deddy Supriady
CAIRAN bening itu luruh dari kelopak mata Prabowo Subianto. Tidak dibiarkan lama. Cairan itu mengering sebelum luruh ke pipinya. Diseka matanya. Nampak mata Prabowo berbinar kembali. Ya, Presiden Republik Indonesia itu, meneteskan air mata sesaat setelah mengumumkan kenaikan gaji para guru. Tepuk tangan riuh barisan para guru dari tempat duduknya. Mereka hidmat mendengarkan uraian presiden.
“Gaji guru yang sudah ASN naik satu kali dari gaji pokok. Dan guru yang belum ASN mendapat gaji 2 juta per bulan,” jelas Prabowo. Sambutan riang para guru mewarnai ruang peringatan Hari Guru yang digelar 15 November lalu di Jakarta.
Teka-teki akan nasib guru yang kerap menerima gaji tak menentu, terjawab sudah. Prabowo memenuhi janji kampanyenya tentang kenaikan gaji guru.
Air mata Prabowo boleh jadi memunculkan multi tafsir. Tapi setidaknya, air mata lajimnya mengisyaratkan antara keharuan dan keprihatinan. Jika Prabowo prihatin, maka layak lantaran bukan cerita baru tentang guru dg penghasilan rendah. Mengenaskan ketika akan berangkat mengajar, tak sedikit yang harus menyebrang dua-tiga sungai. Saat sampai di ujung bulan, terdapat banyak guru yang cuma trima upah tak lebih dari 300 ribu. Salah satunya Saefudin.
“Sudah lama saya jalani. Saya trima gaji cuma 300 ribu. Klo melihat hasil, tak sebanding dengan apa yang saya keluarkn untuk biaya operasional se hari-hari. Tapi klo saya tidak mengajar, siapa lagi bertanggung jawab atas pengajaran murid2 itu,” terang Saefudin yang mengajar di sebuah desa terpencil di Jawa Timur.
Bagi tokoh dan budayawan Jakarta Utara, Ronggo, Prabowo dikenalnya sebagai patriotik. Jika hari ini Prabowo mengangkt harkat guru dengan menaikan gajinya, itu manipestasi dari patriotiknya Prabowo.
“Dalam diri Prabowo itu tersemat julukan sang macan. Sang macam harus bisa membawa Indonesia kembali dihargai dunia,” kata Ronggo. ” Macan tetap macan. Tidak bisa dia jadi kucing,” sela Ronggo yg diakui mengenal Prabowo jauh sebelum jd presiden..