LSM KOBRA Akan Laporkan Oknum Perangkat Desa Serdang karena Membangun tanpa Izin di Lahan Irigasi

Serang | INTIP24NEWS.COM – Lembaga Swadaya Masyarakat Komunitas Bersatu Rakyat Banten (LSM KOBRA) tidak akan segan-segan melaporkan siapa pun yang melakukan pelanggaran terkait pembangunan di lahan irigasi tanpa izin di Kampung Sidungkul, Desa Serdang, Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang, Banten.

Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum LSM KOBRA, Mohamad Sidik, kepada awak media saat wawancara di sebuah rumah makan di Kota Serang pada Selasa (4/2/2025).

Menurut Sidik, membangun di bantaran sungai irigasi dilarang karena dapat mengganggu ekosistem sungai, menyebabkan banjir, dan mencemari lingkungan. Larangan tersebut diatur dalam peraturan perundang-undangan, seperti Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 08/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Jaringan Irigasi.

Pelanggaran terhadap larangan ini dapat dikenakan sanksi pidana berupa kurungan. Selain itu, membangun di bantaran sungai juga dapat mengganggu keseimbangan, mencemari lingkungan, dan mengancam keselamatan, kenyamanan, serta kesehatan penghuninya.

Bacaan Lainnya

“Dari informasi yang berkembang di masyarakat serta mencermati berita dari media ini, kami dari LSM KOBRA merasa heran mengapa seorang perangkat desa yang seharusnya memahami aturan malah terang-terangan melakukan pelanggaran dengan membangun tanpa izin di atas lahan irigasi yang sesungguhnya sangat terlarang,” ujar Sidik.

Ada beberapa aturan hukum yang dilanggar oleh oknum sekretaris Desa Serdang itu, di antaranya:

1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air,

2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dan

3. Peraturan Pemerintah Nomor 26 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, yang semuanya bisa berpotensi pidana bagi pelanggarnya.

“Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019, Pasal 68 misalnya, menyatakan, ‘Setiap orang yang dengan sengaja:

a. melakukan kegiatan yang mengakibatkan kerusakan sumber daya air dan prasarananya dan/atau pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b dan huruf d; atau

b. melakukan kegiatan yang mengakibatkan terjadinya daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36,

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 9 tahun serta denda paling sedikit Rp5 miliar dan paling banyak Rp15 miliar,’” tegas Sidik.

Sementara itu, di internal Pemerintah Desa Serdang, Kecamatan Kramatwatu, terjadi perbedaan pendapat. Ketua BPD, Sehabudin, menyatakan bahwa sepanjang untuk kepentingan masyarakat banyak, apa yang dilakukan Sekretaris Desa Serdang membangun di tanah negara tanpa izin tidak masalah.

“Kan banyak bangunan lain juga, kenapa tidak dipersoalkan?” katanya.

Hal berbeda disampaikan oleh Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Desa, Supeni. Menurutnya, jika memang mengganggu dan pembangunan pondokan itu tanpa izin, sebaiknya dihentikan.

“Kalau memang pembuatan bangunan itu tanpa izin dan mengganggu irigasi, sebaiknya dihentikan,” ujarnya.

Ketika ditanyakan bahwa ada informasi Plt. Kepala Desa ikut membantu pendanaan pembangunan di lahan milik negara itu, Supeni membantahnya.

“Boro-boro saya membantu pihak lain, dalam kondisi sekarang, kita tahu sendiri lah,” paparnya.

Sementara itu, pihak Balai Besar Wilayah Sungai Ciujung, Cidanau, dan Cidurian (BBWSC3) saat diajak beraudiensi beberapa kali tidak memberikan kejelasan waktunya. Ketika didatangi, mereka cenderung menghindar. Beberapa nomor yang dihubungi juga tidak memberikan jawaban.

Hal yang sama terjadi pada Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Serang. Dua kali ke kantornya, ia tidak ada di tempat, dan saat dihubungi melalui nomor WhatsApp-nya, tidak memberikan balasan.