INTIP24 News – Pemerintah Israel yang dikendalikan oleh ‘Kabinet Perang’ pimpinan Perdana Menteri Benyamin Netanyahu sengaja meningkatkan ketegangan di kawasan yang tengah dilanda konflik antara negara zionis itu dengan kelompok pejuang Hamas di Gaza dan Hizbullah di Lebanon.
Hal itu setidaknya dibuktikan dengan sasaran pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh dan pemimpin Hezbullah Hassan Nasrullah. Bahkan negara Yahudi itu juga ditengarai mendalangi terbunuhnya Presiden Iran Ibrahim Raisi.
Pada saat rencana perundingan gencatan senjata dengan Hamas, militer Israel (IDF) membunuh Ismail Haniyeh. Begitupun saat kesepakatan penghentian saling serang dengan Hizbullah, tiba tiba IDF membombardir Beirut yang menewaskan Hassan Nasrullah.
Menteri Luar Negeri Lebanon Abdallah Bou Habib mengatakan dalam sebuah wawancara dengan CNN yang dikutip Middke East Eye bahwa baik pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menyetujui gencatan senjata sementara tepat sebelum Israel membunuh Nasrallah dalam serangan udara besar-besaran di Beirut.
“[AS] juga menyetujui pernyataan Biden-Macron yang menyerukan penerapan gencatan senjata selama 21 hari,” kata Bou Habib kepada Christine Amanpour dari CNN.
“Dan mereka memberi tahu kami bahwa Tn. Netanyahu menyetujui hal ini. Jadi kami juga mendapat persetujuan dari Hizbullah mengenai hal itu. Anda tahu apa yang terjadi sejak saat itu,” tambahnya.
Bou Habib, yang saat ini berada di New York setelah Sidang Umum PBB bulan September, mengatakan perjanjian gencatan senjata telah dikonfirmasi sebelum Israel melancarkan serangan udara besar-besaran di pinggiran selatan Beirut, menewaskan Nasrallah dan menghancurkan seluruh bangunan.
Sebagaimana dilansir MEE, sebelum Israel membunuh Nasrallah, AS dan Prancis mengatakan Rabu lalu bahwa mereka merilis pernyataan yang mendesak gencatan senjata sementara selama 21 hari antara Hizbullah dan Israel, setelah seminggu Israel melancarkan serangan udara eskalasi terhadap Lebanon.
Pejabat AS mengatakan bahwa kedua pihak telah berkomunikasi mengenai pernyataan tersebut, dan yakin gencatan senjata akan tercapai. Namun, keesokan harinya Netanyahu secara terbuka menolak gencatan senjata dan pada hari Jumat Israel membunuh Nasrallah.
Pengungkapan dari Bou Habib dapat memberikan wawasan tentang bagaimana Israel membunuh Nasrallah, yang telah selamat dari berbagai upaya pembunuhan Israel selama beberapa dekade.
Laporan lain dari Reuters yang diterbitkan pada hari Rabu mengatakan bahwa Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei mengirim seorang utusan untuk memperingatkan Nasrallah bahwa Israel berencana untuk membunuhnya. Utusan itu, komandan senior Iran Abbas Nilforoushan, juga tewas dalam serangan Israel pada hari Jumat 27 September.
Komentar dari Bou Habib juga menimbulkan keraguan lebih lanjut apakah Israel pernah ingin mencari perdamaian sejak perang di Gaza dimulai pada Oktober 2023.
Dilaporkan MEE, pada bulan Juli, Israel juga membunuh pemimpin politik Hamas, Ismail Haniyeh, di Teheran. Haniyeh sedang memimpin negosiasi mengenai kemungkinan gencatan senjata dengan Israel.
Sejak pembunuhan Nasrallah, Israel melancarkan invasi militer ke Lebanon yang dirusak dengan kemunduran setelah pejuang Hizbullah menewaskan delapan tentara Israel dan Hizbullah mengklaim korban tambahan dari pihak Israel dan hancurnya beberapa tank.
Meskipun AS berupaya untuk mencapai gencatan senjata dalam pertempuran antara Hizbullah dan Israel, pemerintahan Biden telah mendukung pembunuhan Nasrallah oleh Israel dan invasinya ke Lebanon.
AS juga mengutuk serangan terbaru Iran terhadap Israel, yang menargetkan beberapa pangkalan militer Israel.
Israel telah berjanji untuk menanggapi serangan tersebut, dengan risiko memicu perang yang lebih luas dan langsung antara Israel dan Iran.