Soroti Kasus Tom Lembong , Sejumlah Tokoh Lontarkan Pendapat

JAKARTA | INTIP24 News – Penangkapan mantan menteri perdagangan era Jokowi, Thomas Trikasih Lembong dalam kasus impor gula mendapatkan tanggapan dari berbagai pihak.

Belakangan mantan Wakil Kepala Polri periode 2013-2014, Komjen. Pol. (Purn.) Drs. Oegroseno, S.H. mempertanyakan statemen Dirut Jampidsus Kejagung Abdul Qohar. Bahkan Oegroseno mempertanyakan sekolah Jaksa tersebut di mana.

Oegroseno yang akrab disapa Ugro ini mengatakan bahwa selama dirinya jadi penyidik kalau menyangkut tidak pidana di lihat dulu unsur-unsurnya.

“Kalau Jaksa bilang tidak perlu adanya aliran dana, ini Jaksanya sekolah di mana,” tanya Ugro di padcast Abraham Samad Speak Up.

Bacaan Lainnya

Tidak hanya itu, Ugro juga menyinggung ijazah palsu yang tengah ramai di bicarakan dan mempertanyakan sekolah dari Jaksa tersebut.

Diketahui bahwa Abdul Qohar selaku Dirut Jampidsus Kejagung dalam wawancara dengan media mengungkapkan bahwa penangkapan dari tom Lembong telah sesuai dengan ketentuan.

Selain itu Abdul Qohar juga menyampaikan bahwa penangkapan Tom Lembong tidak perlu adanya aliran dana dari impor gula tersebut.

Sedangkan Ugro menyampaikan bahwa jika kasus korupsi adalah ekstra ordinary crime bahkan sampai dibentuk KPK untuk menangani kasus korupsi.

“Kalau seorang jaksa tidak pidana korupsi mengatakan hal itu, maka patut diragukan sekolahnya,” tegas Ugro.

Ugro mengatakan bahwa administrasi penjidikan salah berat dan kalu sudah berani menangkap Tom Lembong berarti Jaksa sudah pernah memriksa Menkoekuin, Beacukai kemudian aliran dana yang merugikan keuangan negara.

“Jika dilihat dari aliran dana, pasal 2 dan pasal 3 Tipikor semua sama, masa ada pegecualian kalau Tom Lembong tidak harus ada aliran dana, kan aneh di situ,” terangnya..

Ugro juga menyampaikan bahwa kerana banyaknya keganjilan saat ini Jaksa mulai kewalahan untuk menjawab.

“Saya melihat Jaksa awalnya kencang sekali seperti tidak ada takutnya, tapi endingnya mulai kelihatan ketakutan,” tambahnya.

Selain itu Ugro juga menyinggung kasus 27 miliar rupiah yang dikatakan bahwa Menpora ikut menerima namun tidak ditindak lanjuti meskipun dapat dikenakan pasal 480 junto undang-undang 31 tahun 1999 tentang korupsi.

“Sehingga Kejaksaan bisa minta bantuan Polri untuk melakukan penyidikan penadah uang hasil korupsi kepda Menpora,” terangnya.

Ugro juga menyayangkan bahwa penindakan oleh Kejaksaan hanya bicara kuantitas namun tidak kualitas dan itu sampai ke wilayah-wilayah.

Menurut Ugro bahwa kasus Tom Lembong sangat banyak muatan politisnya daripada hukumnya.

Sedangkan Harli Siregar selaku Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung mengatakan regulasi yang sudah diteken Tom merugikan negara walau saat ini aliran uang korupsi ke Tom masih pengusutan.

“Apakah harus ada aliran dana dulu baru disebut sebagai tindak pidana korupsi,” katanya kepada awak media, Jumat 1 November 2024.

Diterangkannya, berdasarkan bukti yang didapat, pihaknya meyakini ada perbuatan korupsi berupa kerugian keuangan negara yang dilakukan Tom.

Kejagung mengatakan aturan yang diteken Tom itu berujung pada delapan perusahaan swasta bisa mengimpor gula kristal mentah yang harusnya hal tersebut tak bisa dilakukan.

“Apakah peristiwa itu bisa muncul kalau tidak ada regulasi. Apakah regulasi itu benar,” terangnya.

Sementara Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar menuturkan kalau penetapan seseorang jadi tersangka tidak harus karena menerima duit korupsi.

Dituturkannya, Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kata dia, dalam dua pasal terurai kalau korupsi tak cuma soal memperkaya diri sendiri.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin, pun melontarkan tanggapan dengan mengatakan penetapan Tom Lembong sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula harus lepas dari unsur politis.

Dia menyebutkan pertumbuhan ekonomi akan tercapai kalau penegakan hukum bisa menjamin keadilan dan stabilitas.

“Selama penegakan hukum berkeadilan, tidak tebang pilih, dan menumbuhkan kepercayaan publik, ya, ekonomi akan stabil. Kalau hukum dipolitisasi, agak bahaya,” kata pengajar di Universitas Al Azhar Indonesia itu saat dihubungi wartawan pada Rabu, 30 Oktober 2024.

Ujang mengatakan penegakan hukum harus menjerat siapa saja, kalau memang terbukti bersalah. Meski demikian, dia mengakui hukum di Indonesia rentan dipolitisasi hingga dipermainkan.

“Hukum rentan menyasar mereka yang dianggap lawan,” kata Ujang.

Sementara itu, pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori meminta Kejaksaan Agung memeriksa semua kasus impor pangan setelah menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus impor gula.

Khudori mengatakan kasus impor pangan sebenarnya tidak hanya terjadi pada gula. Dia merujuk pada hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang pengelolaan tata niaga impor pangan sejak 2015 hingga Semester I 2017 menemukan 11 kesalahan kebijakan impor pada lima komoditas, yaitu beras, gula, garam, kedelai, sapi, dan daging sapi.

Jika dikelompokkan, kesalahan tersebut terbagi menjadi empat besar. Pertama, impor tak diputuskan di rapat di Kemenko Perekonomian. Kedua, impor tanpa persetujuan kementerian teknis yakni Kementerian Pertanian. Ketiga, impor tak didukung data kebutuhan dan persyaratan dokumen. Keempat, pemasukan impor melebihi dari tenggat yang ditentukan.

Pos terkait