Dialog Imaginer dengan Mahapatih Gajah Mada, Bhayangkara Nusantara

Oleh: Ronggosutrisno (Jurnalis Senior)

Sang Bhayangkara Nusantara, Rekian Mahapatih Gajah Mada memiliki sorot mata yang tajam. Dengan sedikit tarikan dagu menebar senyum ke arah para wartawan yang tiba-tiba mengerumuninya dari depan dan sebagian besar membuntuti dari belakang.

Pada undakan kedua ketika menuruni tangga Markas Besar, Ia berhenti sejenak sembari mengibaskan debu yang masih menempel di sebagian busana yang dikenakan.

Sang Bhayangkara Nusantara itu membalikan diri, kini ia berhadapan dengan para wartawan yang membuntutinya dari belakang.

Bacaan Lainnya

Tangan kiri menahan juntai selendang sementara tangan kanannya mengelus dagu yang ditumbuhi sedikit rambut. Ia pun berujar, “di pagi yang cerah, sang surya dengan ikhlas menebar enerji kepada siapapun yang membutuhkan. Adakah yang menarik kehadiranku di sini….” Sapanya seraya kembali menebar senyum.

Seorang jurnalis parubaya, tiba-tiba menyeruak ke depan dan menempatkan diri berhadapan dengan Rekian Gajah Mada. “Maaf saya harus panggil apa kepada bapak Mahapatih?”

Hening sejenak. “Baik.. dalam buku sejarah yang kalian pelajari, namaku tertulis Rekian Mahapatih Gajah Mada, Bhayangkara Nusantara pelindung dan pengayom. Kalian boleh menyapa aku dengan panggilan yang bermakna baik…” sontak kilatan ratusan cahaya bliz dari juru kamera menggeruduk Mahapatih Gajah Mada.

“Bagaimana kalau kami panggil bapak dengan panggilan Mahapatih…”

“Ya memang aku Pati Majapahit’’.

“Pati sebagai akronim, dalam pengertian Perwira Tinggi Majapahit kah”, sela seorang wartawati.“

” Ah.. itu bisa-bisa kalian saja.. “
Mahapatih Gajah Mada kembali menuruni satu undakan sehingga ia dapat berdiri dan sangat dekat dengan wartawan.

“Mahapatih, besok tanggal 1 Juli yang merupakan Hari Ulang Tahun Polri, apakah mahapatih mendapat undangan untuk menghadiri upacara di sini..” tanya seorang wartawan.

Rekian Mahapatih Gajah Mada mengulum senyum, seraya kembali menebar pandangan.
Kemudian dengan suara jernih intonasi kuat ia berkata. “Tidak diundang pun aku selalu ada di sini, maksudku kehadiranku di sini karena Kepolisian Republik Indonesia mengidentifikasi diri, baik personal maupun kelembagaan, sebagai Bhayangkara Nusantara, dan Bhayangkara Nusantara adalah aku. menurut para sejarahwan..”

“Baik mahapatih, adakah yang menarik di 67 tahun Polri ini?” Sambung seorang wartawati dengan kenes.

Tangkas Mahapatih Gajahmada menjawab, ‘’tema hari Bhayangkara 67.’’

“Tema yang panjang itu?”sela seorang wartawan.

” Yah, temanya memang panjang, karena banyak hal yang ingin disampaikan dan dicapai sekaigus untuk menunjukan jati diri Polri sesuai motto melindungi dan mengayomi masyarakat. Karena itu kalimat, “dan anti KKN” menjadi mission Sakral bagi Polisi..” tegas Rekian Gajah Mada.

“Artinya, jika masih ada di lembaga kepolisian yang melakukan KKN, maka Polri mustahil bisa menjadi pelindung, pengayom dan penegak hukum yang dipercaya rakyat, dan ini menjadi musibah moral” imbuh nya.

Hening sejenak.

“Mahapatih, menurut anda sudahkah Polri menjelma sebagai Civil Police, maksud kami dalam bertugas pemolisian tidak militeristik..” Tanya seorang wartawan memecah keheningan.

Mahapatih Gajah Mada mengernyitkan dahi, mata sedikit dipicingkan. Lirih jawabnya, “Yah harus mengarah kesana, maksudku menjadi polisi yang humanis, melayani, mengayomi. Walau untuk kantornya masih menggunakan termilogi markas, dengan bangunan yang tidak menunjukan wajah ramah dan arsitekturnya terkesan militeristik….”

“Sebaiknya bagaimana mahapatih?” kejar seorang wartawan. “Yah, seharusnya mirip kantor penyelenggara pemerintahan, sesuai jenjangnya..”

Wartawan paruhbaya yang sejak pertama kali menyapa mahapatih Gaja Mada, diam tertegun, pikiran jauh menerawang ke depan. Memikirkan tugas Polri melayani dengan prima dalam menjawab perubahan yang begitu cepat dan globalisasi yang bakal mempengaruhi seluruh sisi kehidupan masyarakat dan berbangsa.

Misalnya pada persoalan hukum, kriminalitas dan persaingan ekonomi dalam berbagai bentuknya. Sementara rasio pelayanan Polri terhadap masyarakat masih belum sampai pada standar rasio yang ideal.

Di sisi lain, di dalam internal Polri terdapat ketidak seimbangan antara komposisi personel dengan struktur jabatan. Sehingga berdampak pada penumpukan jumlah perwira Polri yang tidak tertampung dalam jabatan structural/fungsional. Kondisi ini akan berimplikasi terjadinya penambahan personel dari tahun ketahun yang tidak menduduki jabatan. Pada akhirnya akan menurunkan motivasi kerja.

Mahapatih Gajah Mada menuruni undakan terakhir. Dengan langkah seorang perwira, ia berjalan mendekati wartawan paruhbaya dan memegang pundaknya sembari melakukan tepukan lembut.

Lirih berkata namun jelas terdengar dengan logat Sumatra. “..aku dapat membaca pikiran anda, sama dengan apa yang sedang ku pikirkan. Untuk menjawab kompleksitas persoalan bangsa ke depan. Polri melayani dengan prima, saat ini memang cukup itu. Tapi paska Grand Strategi Polri 2025 percepatan tekhnologi informasi dan komunikasi serta peng-globalan semua sisi kehidupan politik, hukum, ekonomi, keamanan dan budaya. Merupakan persoalan yang harus menjadi perhatian Polri ke depan, untuk dapat menjawab persoalan tersebut.

Polri dan personel polisi harus juga Study Orientad. Dengan demikian polisi sebagai Bhayangkara Nusantara mempunyai kapasitas dan kompentensi ekonomi dalam berbagai divinisinya, hukum dan kriminologi….” Mahapatih Gajah Mada menepuk untuk kali terahir. Lalu membalikan badan, dengan langkah tegap tangan kiri masih menahan juntai selendang (semacam sorban) tangan kanan layak bertabik dengan telapak tangan terbuka di atas alis mata berjalan meninggalkan kerumunan para jurnalis. Kembali menaiki undakan Mabes Polri untuk menemui Kapolri……

Sayup tembang Ilir-ilir tandure wusumilir… disertai getar telpon genggam dari saku jaket lusuh yang selalu melekat di badan, mengagetkan aku, dan mahapatih Gaja Mada pun menghilang. Dari jendela bis yang menjadi tumpanganku Jakarta-Garut sepekan dua kali, tampak papan informasi jalan menunjukan angka KM 67 jalan tol Cipularang….

H. Ronggosutrino Tahir
Ditulis 9 tahun Lalu dan telah dimuat di Majalah Presisi Hukum.

Pos terkait