Oleh KH. Ir Ronggosutrisno Tain
Usai dilantik sebagai Presiden RI ke 8, sungguh betapa berat kelak Prabowo Subianto, presiden terpilih pada Pilpres 2024 lalu menjalankan roda pemerintahannya.
Bagaimana tidak. Pesiden sebelumnya, katakanlah yang ia gantikan, meninggalkan utang negara cukup besar, kalau tidak boleh dikatakan memecah rekor. Setidaknya tercata Rp8.041 triliun per November 2023 stau sekitar 38,11% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Lantas negara mengalami devisit ekonomi yang signifikan, sedangkan institusi hukum pemerintahannya didera berbagai masalah yang begitu cukup menyita perhatian.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (jabatan saat ini) dihadapan para investor hingga dan perbankan yang hadir mengungkapkan: “demokrasi di Indonesia sangat melelahkan, berantakan dan mahal. (06 Maret 2024).
Pelaksanaan demokrasi di Tanah Air ke depanperlu ada perbaikan.
Ada banyak ruang untuk perbaikan, ” tegasnya.
Demikian keluhan Prabowo soal pelaksanaan demokrasi kita. Dengan segala kekurangannya, memang sebuah keniscayaan bahwa demokrasi kita ke depan perlu perbaikan.
Pemilu 2024 telah selesai dilaksanakan baru-baru ini, KPU dengan segala dinamika yang ditenggarai, sebagai pihak penyelenggara pemilu berlaku mines terhadap no 2 dari no 3 peserta kontestasi pemilihan umum presiden 2024. Yang berujung peradilan Perselisihan Pemilu. Dan akhir dari peradilan perselisihan dalam kasus kecurangan yang dialamatkan pada Paslon No 2. tidak terbukti. Artinya Pemilu dimenangkan pasangan no 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabumingraka, yang nota bene adalah putera sulung penguasa negeri dua periode, Presiden Joko Widodo.
Jika kemudian Prabowo sebagai pemenang kontestasi Pemilihan Umum tahun 2024 dengan dinamika pesta demokrasi yang sama-sama kita tahu dan rasakan, maka, mari kita perbaiki bersama demokrasi kita yang mana selanjutnya sebagai presiden terpilih bersama anak bangsa lainnya, mari kita bangun bersama Indonesia ke arah yang lebih baik lagi.
Dalam konteks ini, sebagai presiden yang baru dillantik akan lebih terhormat jika langsung mengundang
Anies Baswedan dan Muhaimin serta Ganjar Pranowo dan Mahfud MD untuk sebuah silaturrahmi.
Dijalinnya silaturahmi pasca kontestasi presiden dengan No 1 da. No 3, bertemulah lima tokoh nasional ini akan menjadi representasi pemilih Indonesia.
Maka silaturahmi itu menjadi momen yang sangat bagus serta elegan untuk sama-sama membangun masa depan Indonesia lebih berkemajuan, adil, makmur dan rakyatnya sejahtera.
Berharap kepada Prabowo Subianto. sebagai presiden terpilih, bahwa akan menjadi pemimpin yang memiliki skill leadership, yang kelak akan memilih para pembantunya (menteri dan kepala lembaga tinggi negara), mohon maaf, akan menggunakan standar kepatutan dan kepantasan atas dasar, tentu saja berilmu, berintegritas serta berkemampuan akademik.
Mohon maaf, jangan sampai, di negara sebesar Indonesia, COBA-COBA memberi jabatan kepada siapapun tanpa memiliki skill leadership, juga latar belakang akademik yang baik dan benar…
Adalah benar nepotisme pada zaman orde baru ada dan tidak sedikit, tapi tidak seperti kini dan kekinian. Misalnya Tutut, anak sulung dari penguasa hampir 30 tahun orde baru memimpin negeri ini mejadi menterinya pak Harto iru pernah menjadi anggota MPR RI dan baru berusia menjelang 50 tahun mendapatkan jabatan politis tersebut.
Maaf sebelumnya Tutut pun berkutat dengan masalah pelayanan sosial. Artinya Nepotisme Presiden H Muhammad Soeharto tidak sekonyong-konyong Tutut dijadikan menterinya.
KH Ir Ronggosutrisno Ta’in/Intip24news.com