Rusia: Blok Militer Barat Salah Membaca Resiko Perang Nuklir yang Dapat Menghancurkan Peradaban

INTIP24NEWS – Utusan Rusia untuk AS telah memperingatkan bahwa kekuatan NATO tidak memperhitungkan risiko serius dari perang nuklir. Barat, justru menganggap Moskow sedang memainkan konflik di tengah ketegangan yang melebihi Krisis Rudal Kuba 1962.

Berbicara kepada Newsweek pada hari Kamis, duta besar Rusia di Washington, Anatoly Antonov, menyindir pejabat Barat yang gagap menyimpulkan anggapan dari doktrin nuklir Moskow dan kurangnya kekhawatiran tentang potensi penyebaran termonuklir yang dapat saja mengakhiri peradaban dunia.

“Generasi politisi NATO saat ini jelas tidak menganggap serius ancaman nuklir,” kata Antonov, seraya menambahkan bahwa para pemimpin di blok militer Barat terus salah membaca risiko perang nuklir.

Pejabat Rusia itu mengatakan bahwa Moskow tidak pernah menghentikan upaya kami untuk mencapai kesepakatan yang akan menjamin konfrontasi bencana tidak akan terjadi.

Bacaan Lainnya

“Ini adalah negara kita yang dalam beberapa tahun terakhir terus-menerus mengusulkan kepada rekan-rekan Amerika untuk menegaskan bahwa tidak ada pemenang dalam perang nuklir, sehingga hal itu tidak boleh terjadi.”

Sementara itu, para pejabat Amerika bersikeras bahwa Rusialah yang telah meningkatkan soekulasi terjadinya konflik nuklir.

Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin dan Kepala Staf Gabungan Jenderal Mark Milley menuduh Rusia bermain dengan isu senjata nuklir.

Nanun Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov, berpendapat bahwa risiko perang atom adalah “serius, nyata, dan kita tidak boleh meremehkannya”.

Puncaknya adalah ketika tuduhan itu tertuju kepada Presiden Rusia Vladimir Putin setelah meningkatkan status waspada pasukan nuklir Moskow menyusul diluncurkannya “operasi militer khusus” di Ukraina pada akhir Februari lalu.

Putin mengatakan langkah itu dipicu oleh “pernyataan agresif” dari anggota NATO dan “tindakan ekonomi yang tidak bersahabat terhadap Moskow merujuk pada banjir sanksi Barat yang diberlakukan sebagai tanggapan atas serangan Rusia ke Ukraina.

Rusia sendiri menyatakan senjata semacam itu hanya boleh digunakan sebagai tanggapan atas penggunaan WMD terhadap Rusia dan sekutunya, atau dalam hal agresi dan keberadaan negara terancam.

Moskow memperingatkan, penyebaran nuklir baru di kawasan Baltik akan terjadi jika negara-negara Nordik Swedia dan Finlandia diterima di NATO.

Kedua negara telah berulang kali menyuarakan minat untuk bergabung, dan diperkirakan akan mengajukan aplikasi keanggotaan dalam beberapa minggu mendatang.

Ketegangan nuklir antara Washington dan Moskow terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir.

Di bawah pemerintahan Trump, Washington membatalkan perjanjian Intermediate Nuclear Forces (INF), kontrol senjata utama yang ditandatangani pada hari-hari berakhirnya Perang Dingin yang menempatkan batasan kekuatan pada nuklir Amerika dan Soviet.

Selain larangan langsung pada rudal jarak menengah, kesepakatan itu juga membatasi jumlah hulu ledak yang dapat dikerahkan oleh masing-masing pihak pada waktu tertentu dan menciptakan protokol inspeksi yang luas.

Trump juga nyaris menghentikan perjanjian New START yang penting, salah satu kesepakatan pengendalian senjata terakhir yang tersisa yang menahan dua persenjataan nuklir terbesar di dunia, tetapi penggantinya berhasil menyelamatkan perjanjian itu dengan berkoordinasi dengan Putin.

Meskipun senjata semacam itu seolah-olah dimaksudkan untuk tujuan pertahanan, keunggulan Rudal Jarak Menengah (ABM) yang dicapai oleh satu pihak dapat meningkatkan kemungkinan serangan nuklir pertama, karena para pemimpin mungkin menjadi yakin bahwa sistem tersebut akan mencegah ‘kehancuran salah satu pihak dan memungkinkan kemenangan tanpa kehancuran peradaban.

Sumber: RT
Editor: Hasan M

Pos terkait