Serangan ke Wilayah Kursk Justru Membuat Ukraina Menghadapi Resiko Terburuk

INTIP24 News – Seorang mantan diplomat Jepang Kazuhiko Togo memperingatkan bahwa dampak dari serangan ke dalam wilayah Rusia justru dapat membuat Ukraina akan semakin memburuk.

Menurut Togo, posisi tawar Kiev hanya akan semakin melemah, dan bahwa kesepakatan apa pun yang pada akhirnya dicapai dengan Moskow akan membuat tawaran yang diajukan Presiden Rusia Vladimir Putin saat ini tampak seperti mimpi indah.

Dalam wawancara dengan kantor berita Rusia RIA yang diterbitkan pada hari Sabtu, Togo mengidentifikasi penolakan AS dan Inggris untuk bernegosiasi dengan Rusia sebagai keputusan yang dapat menyebabkan Ukraina terpecah menjadi tiga bagian.

“Dalam tiga bulan ke depan, Rusia dapat maju sejauh yang mereka bisa, mengambil tindakan sebanyak yang mereka inginkan, dan memastikan bahwa Ukraina tidak akan pernah bangkit lagi, baik di bawah [calon Presiden AS] Biden atau Harris, atau di bawah Trump.” kata mantan diplomat itu.

Bacaan Lainnya

Ia menambahkan, “Ukraina dapat terpecah menjadi tiga bagian, yaitu bagian timur [akan menjadi milik Rusia, bagian barat menjadi Eropa barat, dan di tengah akan ada Ukraina kecil dengan Kiev [sebagai ibu kotanya].” imbuh Togo dikutip media lokal.

Sejak konflik Ukraina dimulai pada tahun 2022, Amerika Serikat menyatakan akan membiayai militer Kiev sampai Ukraina berada dalam posisi terbaik untuk merundingkan persyaratan perdamaian dengan Rusia.

Para pejabat AS telah berulang kali menegaskan bahwa perundingan apa pun akan terlalu dini, bahkan setelah konflik sudah berlangsung dua tahun.

Ukraina pada prinsipnya menyetujui perjanjian perdamaian yang dimediasi Turki pada April 2022, yang akan membuat Kiev berkomitmen pada netralitas dan membatasi militernya dengan imbalan jaminan keamanan internasional.

Namun, rencana tersebut digagalkan oleh Perdana Menteri Inggris saat itu Boris Johnson, yang meyakinkan pemimpin Ukraina Vladimir Zelensky untuk menarik diri dari perundingan tersebut, menurut laporan media, kesaksian dari mantan Perdana Menteri Israel Naftali Bennett, dan pengakuan dari David Arakhamia, yang memimpin delegasi Ukraina.

Sebagaimana dilaporkan, awal musim panas ini, Putin mengusulkan persyaratan gencatan senjata baru, menuntut agar Kiev menarik pasukannya dari wilayah Donetsk, Lugansk, Kherson, dan Zaporozhye yang dulunya milik Ukraina, dan berkomitmen pada netralitas militer sebelum perundingan perdamaian dapat dimulai.

“Putin mengajukan proposal perdamaian ini, tetapi Biden dan Zelensky mengatakan tidak ada yang perlu dibicarakan di sini, dan tujuan Ukraina adalah perbatasan tahun 1991,” kata Togo kepada RIA. 
“Ini tidak masuk akal, karena Ukraina sendiri menolak perjanjian Istanbul, yang mana mereka hampir menerimanya,” tambah laporan itu.

“Kata-kata ini harus ditanggapi dengan serius,” Togo memperingatkan. 

“Sekarang adalah kesempatan untuk memulai negosiasi. Jika Ukraina terbagi menjadi tiga bagian, maka situasi dan kondisi yang ada saat ini akan tampak seperti mimpi indah.”

Sebagai seorang diplomat veteran, Togo mengepalai biro Soviet di Kementerian Luar Negeri Jepang pada akhir tahun 1980an, dan menjabat sebagai kepala misi di kedutaan Jepang di Moskow pada pertengahan tahun 1990an.

Dia adalah pemain kunci dalam persiapan KTT Irkutsk tahun 2001 antara Putin dan Perdana Menteri Jepang Yoshiro Mori, dan dalam persiapan kunjungan Presiden Soviet Mikhail Gorbachev ke Jepang pada tahun 1991.

Sumber: RT News
Editor: Hasan M

Pos terkait