INTIP24NEWS – Mstyslav Chernov adalah jurnalis video untuk The Associated Press. Berikut adalah kisahnya tentang pengepungan Mariupol, sebagaimana didokumentasikan dengan fotografer Evgeniy Maloletka dan disampaikan kepada koresponden Lori Hinnant.
“Kami adalah satu-satunya jurnalis internasional yang tersisa di kota Mariupol, Ukraina, dan kami telah mendokumentasikan pengepungan oleh pasukan Rusia selama lebih dari dua minggu.
Rusia memburu kami, mereka memiliki daftar nama-nama target buruan, kami termasuk di dalam daftar itu, dan mereka semakin mendekati.
Saat itu kami sedang reportase di dalam rumah sakit ketika orang-orang bersenjata mulai mengintai di luar koridor.
Seorang dokter ahli bedah memberi kami scrub putih untuk dipakai sebagai kamuflase tenaga medis.
Tiba saat fajar, selusin tentara menyerbu masuk, seraya berkata, “di mana para jurnalis?”
Saya melihat ban lengan mereka berwarna biru, simbol untuk Ukraina, namun tetap mencoba memperhitungkan kemungkinan mereka adalah orang Rusia yang menyamar.
Saya melangkah maju untuk mengidentifikasi diri saya, lalu mereka berucap, “kami di sini untuk mengeluarkanmu,” kata mereka.
Dalam pada itu, dinding ruang operasi berguncang karena artileri dan tembakan senapan mesin di luar, dan tampaknya lebih aman untuk tetap berada di dalam.
Tapi tentara Ukraina itudiperintahkan untuk membawa kami bersama mereka.
Sejurus kemudian kami berlari ke jalan, meninggalkan para dokter yang telah melindungi kami, para wanita hamil yang telah dioperasi dan orang-orang yang tidur di lorong karena mereka tidak punya tempat lain untuk pergi. Berat hati untuk meninggalkan mereka semua.
Sembilan menit, mungkin 10 lamanya kami bergerak melalui jalan-jalan dan gedung-gedung apartemen yang dibom.
Saat peluru jatuh, kami terbanting ke tanah. Situasi begitu mencekam detik demi detik berikutnya, tubuh kami tegang dan napas tertahan.
Gelombang kejut demi gelombang kejut menyentak dada, dan tangan menjadi dingin.
Akhirnya kami mencapai pintu masuk sebuah mobil lapis baja, lalu membawa kami ke sebuah ruang bawah tanah yang gelap.
Baru pada saat itulah kami mengetahui dari seorang polisi mengapa orang-orang Ukraina mempertaruhkan nyawa untuk mengeluarkan kami dari rumah sakit.
“Jika mereka (Rusia) menangkap Anda, mereka akan membuat video tentang yang memaksa Anda mengatakan bahwa semua yang Anda rekam adalah bohong,” katanya.
“Semua usaha Anda dan semua yang telah Anda lakukan di Mariupol akan sia-sia.” Kata Perwira Polisi itu.
Perwira itu lah yang pernah memohon kepada kami untuk menunjukkan kepada dunia bahwa kotanya sedang sekarat, sekarang dia menjemput dan memohon agar kami pergi.
Dia mendorong kami ke antrian ribuan mobil bobrok yang bersiap meninggalkan Mariupol. Saat itu tanggal 15 Maret dan kami tidak tahu apakah kami akan berhasil keluar hidup-hidup.
Mengenang perjalanan sebelum ini, sebagai seorang remaja yang tumbuh di Ukraina di kota Kharkiv yang hanya 20 mil dari perbatasan Rusia, saya belajar cara memegang senjata sebagai bagian dari kurikulum sekolah.
Saat itu nampaknya tidak ada gunanya. Sebab Uraina, pikirku, dikelilingi oleh teman-teman negara eropa.