Serukan Indonesia Darurat, KAMMI Sambut 6 Bulan Pemerintahan Prabowo-Gibran

JAKARTA | INTIP24NEWS.COM — Indonesia saat ini tengah menghadapi tantangan struktural yang kompleks. Tiga sektor strategis mengalami kemunduran secara bersamaan: kondisi demokrasi, penegakan hukum dan HAM, serta perekonomian yang berada di titik kritis. Kondisi inilah yang melatarbelakangi gerakan #IndonesiaDarurat.

Menurut Ahmad Jundi, Ketua Umum PP KAMMI, sejak Presiden Prabowo Subianto dilantik pada 20 Oktober 2024, publik menaruh harapan tinggi akan adanya pemulihan pascapandemi, peningkatan kesejahteraan ekonomi, serta penguatan demokrasi. Namun, hampir enam bulan masa pemerintahan Prabowo–Gibran justru masih jauh dari harapan.

“Harapan masih jauh panggang dari api. Kebijakan Pemerintahan Prabowo belum terasa dampaknya, bahkan terkadang kontradiktif, seperti efisiensi tetapi malah menggemukkan kabinet. Ditambah lagi pola komunikasi pemerintah yang sangat buruk,” ungkap Jundi.

Arsandi, Ketua Bidang Kebijakan Publik PP KAMMI, menyoroti persoalan mendasar dalam orientasi politik negara. Pemerintah seharusnya memperkuat demokrasi dan melindungi hak warga negara, namun yang terjadi justru bergerak ke arah yang kontraproduktif.

Bacaan Lainnya

“Apa yang sebelumnya diperjuangkan dalam agenda reformasi kini justru mengalami kemunduran. Kebebasan berpendapat terkekang oleh bayang-bayang UU ITE, aksi demonstrasi kerap direspons dengan tindakan represif aparat, dan yang terbaru, aksi teror kepada jurnalis menjadi ancaman nyata terhadap kebebasan pers. Inilah indikasi nyata darurat demokrasi,” jelasnya.

Situasi ini diperburuk oleh penguatan militerisasi dalam ruang-ruang sipil, berupa penempatan TNI dan Polri di jabatan sipil yang kian meluas, serta revitalisasi doktrin keamanan nasional berbasis ancaman internal. Pemerintah dan DPR telah mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia pada Kamis (20/3/2025), yang memperluas cakupan jabatan sipil yang dapat diisi oleh perwira aktif TNI. Revisi UU TNI juga menaikkan usia pensiun dari 58 menjadi 60 tahun untuk perwira tinggi dan dari 53 menjadi 58 tahun untuk perwira menengah hingga bintara dan tamtama, yang berdampak langsung pada beban fiskal negara.

PP KAMMI juga menyoroti pernyataan Presiden Prabowo Subianto dalam wawancara dengan tujuh pemimpin redaksi media nasional pada Minggu (6/4/2025), yang turut memperkuat atmosfer antikritik pemerintah dan menjadi alarm bahaya bagi kondisi demokrasi.

Pada kesempatan tersebut, Presiden Prabowo menyebut bahwa aksi demonstrasi adalah hal yang wajar di negara demokrasi selama berlangsung secara damai. Namun, di sisi lain, beliau juga meminta masyarakat untuk objektif dalam menilai apakah demonstrasi tersebut murni merupakan aspirasi masyarakat atau ada pihak yang membayar.

Menurut Arsandi, narasi ini tidak hanya menyudutkan hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum, tetapi juga menciptakan delegitimasi terhadap gerakan sosial yang sah.

“Alih-alih dijawab dengan dialog, kritik dan aspirasi publik justru dicurigai sebagai ancaman stabilitas nasional,” ujarnya.

Dari sisi ekonomi, tantangan yang dihadapi tidak kalah kompleks. Menurut Alzeiraldy, Kepala Departemen Kajian Strategis KP PP KAMMI, pelemahan rupiah bukan semata-mata akibat faktor eksternal, tetapi juga dipicu oleh defisit transaksi berjalan dan ketidakpastian arah kebijakan fiskal. Kementerian Keuangan tercatat merevisi pertumbuhan ekonomi dari target optimistis 5,4% menjadi hanya 4,8% pada kuartal pertama tahun 2025 (BPS, Maret 2025).

“Krisis ini semakin terasa di tingkat akar rumput. Harga kebutuhan pokok meningkat, daya beli masyarakat menurun, dan pelaku usaha kecil menghadapi tekanan likuiditas. Gelombang PHK massal terjadi di berbagai sektor, mulai dari industri tekstil, otomotif, hingga teknologi, terutama akibat penyesuaian pasar dan lemahnya dukungan kebijakan stimulus,” kata Alzeiraldy.

Lebih lanjut, menurutnya, kebijakan fiskal pemerintah menunjukkan ketimpangan dalam distribusi manfaat. Alokasi anggaran yang besar untuk proyek-proyek strategis nasional, Program Makan Bergizi Gratis (MBG), dan program sosial belum diimbangi dengan dukungan yang memadai untuk sektor-sektor produktif dan UMKM. Hal ini menghambat upaya diversifikasi ekonomi dan penguatan ketahanan ekonomi nasional.