INTIP24 News – Donald Trump, Presiden Terpilih Amerika Serikat yang akan dilantik pada Januari mendatang, mengancam kelompok Hanas tentang dampak besar jika para sandera di Gaza tidak dibebaskan sebelum ia menjabat.
Ancaman Trump itu dilontarkan lewat platform Truth Social miliknya beberapa hari lalu.
“Jika para sandera tidak dibebaskan sebelum 20 Januari 2025, tanggal saya dengan bangga memangku jabatan sebagai Presiden Amerika Serikat, akan ADA NERAKA YANG HARUS DIBAYAR di Timur Tengah, dan bagi mereka yang bertanggung jawab atas kekejaman terhadap Kemanusiaan ini,” tulis Trump di platform Truth Social miliknya.
“Mereka yang bertanggung jawab akan menerima hukuman lebih berat daripada yang pernah diterima siapa pun dalam sejarah Amerika Serikat yang panjang dan termasyhur. BEBASKAN SANDERA SEKARANG JUGA!”
Pernyataan Trump muncul setelah Hamas pada hari Sabtu merilis video sandera Israel-Amerika berusia 20 tahun Edan Alexander, yang ditangkap saat bertugas di militer Israel. Alexander sambil menangis memohon kepada Netanyahu untuk membuat kesepakatan pembebasan para sandera.
Selama masa kampanye, Trump dan para pendukungnya secara teratur menuduh pemerintahan Biden tidak berbuat cukup banyak untuk menarik perhatian pada para sandera. Pemerintahan Biden menengahi gencatan senjata singkat pada November 2023 yang mengakibatkan lebih dari 100 sandera dibebaskan.
Sebelumnya, sekitar 250 sandera diseret ke Gaza dalam sebuah serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023 di Israel selatan.
Menanggapi anvaman Trump, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyambut baik. “Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Presiden Trump atas pernyataan tegasnya kemarin. Ini adalah pernyataan yang sangat tegas yang menjelaskan bahwa ada satu pihak yang bertanggung jawab atas situasi ini dan itu adalah Hamas.”
Isu penyanderaan telah memicu reaksi keras masyarakat Israel, di mana anggota keluarga para sandera dan pendukungnya menuduh Netanyahu telah menelantarkan mereka dengan terus melancarkan perang.
Diantara para sandera itu, menurut pemerintah Israel, terdapat 12 orang warga negara AS yang diculik selama serangan tersebut.
Seorang ibu dan anak perempuan dibebaskan pada 20 Oktober 2023 oleh Hamas di tengah tekanan dari AS dan Qatar.
Sebelummya, pemerintahan Joe Biden telah mencoba bernegosiasi untuk pembebasan sandera yang ditawan di Gaza. Pemerintahan Biden selalu menyalahkan Hamas dengan mengatakan bahwa pemimpin Hamas Yayha Sinwar adalah “rintangan utama” bagi penyelesaian. Namun, sejak pembunuhannya pada bulan Oktober, tidak ada kemajuan menuju gencatan senjata dan pembebasan sandera.
Dalam pada itu, para analis dan pengamat timur tengah mengatakan bahwa Israel lah yang menjadi penghalang utama untuk mengakhiri perang dan bahwa Netanyahu berkepentingan untuk memperpanjang pertempuran, karena ia menghadapi masalah politik dalam negeri, termasuk persidangan korupsi dan kemungkinan penyelidikan atas serangan Hamas jika konflik berakhir.
Sejauh inu, pernyataan Trump yang menyerukan pembebasan sandera itu, tidak menyebutkan diakhirinya perang, yang mengisyaratkan ia mungkin akan melakukan pendekatan yang sama dengan apa yang dilakukan oleh Netanyahu.
“Ini adalah cara untuk membawa kembali para sandera: dengan meningkatkan tekanan dan resiko bagi Hamas dan para pendukungnya, dan dengan mengalahkan mereka, daripada menyerah pada tuntutan mereka yang tidak masuk akal,” kata Bezalel Smotrich, menteri keuangan sayap kanan Israel, di X, memuji pernyataan Trump.
Perjembangan terakhir, sebagian besar wilayah Gaza telah dihancurkan oleh Israel dan sedikitnya 44.502 warga Palestina terbunuh, terutama wanita dan anak-anak.
Selain daripada itu, sebagian besar pimpinan senior Hamas, yang memimpin serangan 7 Oktober atau berkuasa selama serangan itu, telah dibunuh oleh Israel.
Sinwar tewas dalam baku tembak di Rafah pada bulan Oktober. Israel mengatakan telah membunuh Mohammed Deif, kepala sayap militer Hamas, Brigade Al-Qassam, pada bulan Juli. Kepala politik Hamas, Ismail Haniyeh, juga dibunuh oleh Israel di Teheran pada bulan Juli.
Sebagai informasi, Hamas merupakan bagian dari apa yang disebut “poros perlawanan” Iran, sebuah milisi yang didukungnya dalam berbagai tingkatan.
Namun, sebagai kelompok Islam Sunni dan nasionalis Palestina, Hamas tidak sebagaimana kedekatsn kelompok Syiah Hizbullah dengan Teheran . Namun, pemerintahan Trump tampaknya akan mengenyampingkan perbedaan itu.
Trump secara langsung menyalahkan Iran atas serangan 7 Oktober 2023, dengan mengatakan bahwa Iran menyediakan uang dan pelatihan bagi Hamas dari hasil penjualan minyaknya, yang menurutnya tidak akan terjadi jika dia berada di Gedung Putih.
Dikutip dari Middle East Eye, orang di dalam tim transisi Trump telah memberi tahu kantor berita itu tentang rencananya Trump untuk meningkatkan menerapkan sanksi yang lebih keras terhadap Teheran.
Menurut pengamat, sebagaimana dilansir MEE, pernyataan Trump terkait para sandera lebih ditujukan kepada isu domestik, mirip dengan ketika Presiden Ronald Reagan menuntut Iran agar membebaskan sandera Amerika yang disandera selama penyerbuan kedutaan AS tahun 1979 sebelum pelantikannya. Iran membebaskan para sandera beberapa menit setelah Reagan dilantik.
Trump juga telah mengeluarkan peringatan keras lainnya. Pada hari Sabtu, ia mengancam akan menargetkan negara-negara BRICS dengan tarif 100 persen jika mereka mencoba menciptakan mata uang saingan bagi dolar AS. Blok yang beranggotakan sembilan negara itu mencakup sekutu AS, India, dan musuh-musuhnya, Rusia dan China. Mesir, Iran, dan Uni Emirat Arab bergabung dengan blok ekonomi yang terorganisasi secara longgar tahun ini. Turki, yang mengincar keanggotaan, juga berdagang dengan Rusia dalam rubel.
Sumber: Middle East Eye
Editor: Hasan Munawar