Tantangan Era Post Truth dan Kebenaran Baru bagi Insan Pers, By: Hasan Munawar

Seiring dengan kemajuan tehnologi di era digitalisasi saat ini, selain meningkatkan taraf kehidupan masyarakat, kemajuan dunia digital juga memunculkan persoalan baru.

Sebagaimana kita ketahui, Interaksi sosial masyarakat lewat platform digital semakin tak terbendung. Platform digital ini, hadir di setiap ruang pribadi maupun publik secara masive. Sehingga ada pergeseran pola pikir dan perilaku masyarakat.

Apa yang dimaksud dengan platform digital adalah seperti Facebook, X (Twitter), Instagram, YouTube, Tiktok, WhatsApp dan sejenisnya.

Hampir sebagian besar masyarakat baik yang muda maupun tua menjadi sebuah kebutuhan yang cukuo vital, bahkan mengalami ketergantungan dengan alat sarana berinteraksi yang kemudian kita sebut media sosial atau medsos.

Bacaan Lainnya

Lalu apa hubungannya dengan persoalan baru yang saya maksud di awal tadi.

Persoalan baru ini nantinya akan menjadi pekerjaan rumah bagi para akademisi dan pemerhati sosial kemasyarakatan.

Persoalan baru ini adalah hadirnya ‘era post truth’, atau meminjam istilah pak Dahlan Iskan dengan istilah KEBENARAN BARU.

Menurut beliau, di zaman medsos yang gila-gilaan sekarang ini, kebenaran tidak dapat lagi hanya bersumber dari fakta. Sehingga fakta tidak lagi dianggap penting untuk sebuah kebenaran.

Saat ini kebenaran saja menjadi tidak cukup. Siapa yang mengejar kebenaran saja, itu sudah ketinggalan.

Kebenaran baru tidak bertumpu pada fakta, tapi bersumber pada persepsi. Persepsi di dalam masyarakat muncul oleh upaya yang disebut framing.

Jadi, framing yang dibangun dengan tujuan tertentu menciptakan persepsi di masyarakat sehingga muncullah kebenaran baru tadi.

Maka kemudian, jika kita berbantah atau ber-argumen di media sosial, dengan cara menyampaikan fakta, itu tidak ada gunanya. Karena fakta tidak lagi mencerminkan kebenaran. .

1 23

Pos terkait