Erwin Satrio
Dunia kembali memasuki masa di mana arah menjadi kabur dan kepastian menjadi barang langka. Dari kudeta militer di Madagaskar, operasi rahasia di Venezuela, hingga krisis energi dan pangan global, semuanya menandai satu hal: tatanan dunia sedang berubah.
Dalam situasi seperti ini, bangsa yang mampu bertahan bukanlah yang terkuat, tetapi yang memiliki arah jelas — kompas moral dan strategi yang terukur.
Indonesia kini dihadapkan pada tantangan serupa. Di tengah perubahan global yang cepat, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menegaskan perlunya reorientasi strategi nasional — bukan sekadar mengejar pertumbuhan ekonomi, melainkan membangun ketahanan nasional yang menyeluruh.
🧭 Dunia Tanpa Kompas
Ketika kekuasaan berpindah tangan di Madagaskar tanpa legitimasi rakyat, dan operasi intelijen lintas negara kembali marak, kita menyaksikan rapuhnya tata dunia modern.
Negara-negara berlomba menegaskan dominasi, namun kehilangan arah moral dan kepercayaan publik.
“Tidak ada stabilitas tanpa kekuatan, dan tidak ada kekuatan tanpa legitimasi.”
Fenomena ini mecermin bahwa kekuasaan tanpa legitimasi sama rapuhnya dengan visi tanpa arah.
🇮🇩 Reorientasi Nasional: Menyalakan Kompas Sendiri
Indonesia memilih tidak berjalan dalam kabut tanpa arah. Pemerintah menempuh langkah reorientasi strategis di berbagai sektor — dari pertahanan, diplomasi, hingga pendidikan nasional.
Langkah-langkah itu mencakup modernisasi alutsista dan industri pertahanan, pembenahan birokrasi menuju efisiensi, serta penataan ulang kebijakan publik agar berlandaskan kemandirian dan keadilan.
Kemandirian ini bukan isolasi, melainkan bentuk ketahanan diri di tengah dunia yang tak menentu.
⚓ Rakyat sebagai Kompas Legitimasi
Kekuatan bangsa kini tidak lagi bertumpu pada elite semata, melainkan juga pada kesadaran rakyat.
Fenomena meningkatnya partisipasi publik — seperti petisi penghapusan pensiun seumur hidup DPR RI yang ditandatangani puluhan ribu warga — menjadi bukti bahwa rakyat kini tidak lagi sekadar penonton, tetapi pengarah moral bangsa.
Legitimasi sosial inilah yang menjadi bahan bakar baru bagi ketahanan nasional. Di tengah kabut global, suara rakyat menjadi cahaya kompas yang menuntun arah kebijakan negara.
🔭 Menuju “Mercusuar Dunia”
Istilah Mercusuar Dunia bukanlah klaim kehebatan, tetapi cita-cita moral.
Indonesia harus menjadi teladan — bukan karena kekuatan militernya, tetapi karena kebijaksanaannya dalam menjaga keseimbangan dunia.
Negara ini punya potensi menjadi jembatan antara utara dan selatan, timur dan barat; antara modernitas dan nilai kemanusiaan.
Menjadi mercusuar berarti menjadi penunjuk arah bagi dunia yang kehilangan orientasi — melalui diplomasi damai, inovasi berkelanjutan, dan tata kelola pemerintahan yang berkeadilan.
✍️ Penutup: Menjadi Navigator, Bukan Penumpang
Bangsa besar tidak menunggu badai reda untuk berlayar.
Ia menyiapkan kapal, menyalakan kompas, dan berlayar dengan keyakinan.
Indonesia hari ini punya kesempatan sejarah:
Menjadi navigator dunia baru, bukan penumpang perubahan.
Namun untuk itu, arah kebijakan nasional harus jernih, legitimasi publik harus kuat, dan moral kebangsaan harus tetap menyala.
































