KOTA SERANG | INTIP24NEWS.COM- Anggota DPRD Banten Musa Weliansyah menilai Kebijakan Pj Gubernur Banten terhadap pengadaan barang dan jasa pada pekerjaan kontruksi jalan dan bangunan gedung melalui E-katalog dinilai syarat KKN dan dipaksakan.
E-katalog pada kegiatan kontruksi harusnya jangan dipaksakan karena berpotensi membuka ruang-ruang koruptif di tubuh organisasi perangkat daerah (OPD) atau dinas, karena E-katalog yang memiliki kewenangan adalah pejabat pembuatan komitmen (PPK). Sudah barang tentu yang dipilih adalah perusahaan jasa konstruksi yang sudah terkoneksi ke dinas atau sudah membangun komitmen terlebih dahulu artinya penilaian PPK subyektif tidak obyektif bahkan dipaksakan
Menurut Musa, hal ini terjadi pada beberapa kegiatan yang ada di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Banten pada beberapa kegiatan kontruksi. Diantaranya pembangunan jalan Sumur-Tamanjaya sebesar Rp87,8 Miliar mengunakan E-katalog lokal Provinsi Banten namun yang ditunjuk adalah perusahaan luar yaitu PT. Ris Putra Delta dari Surabaya Jawa Timur.
Namun untuk melakukan tipu daya menggunakan siasat licik seolah-olah yang ditunjuk perusahaan cabang Banten yang beralamat di Kelapa Dua Tangerang-Banten. Namun ada yang aneh karena perusahaan cabang tersebut baru di aktakan pada tanggal 16 Januari 2024 dan pada tanggal 21 Februari 2024 sudah menandatangani kontrak Pembangunan Jalan Sumur-Tamanjaya Rp87,8 Miliar.
Hal yang sama terjadi pada pekerjaan jalan Cikumpay-Ciparay Rp87,6 miliar yang mana PT. Lambok Ulina yang ditunjuk oleh PPK, keduanya belum lama memiliki kantor cabang di Tangerang yang diduga hasil “By Design” oknum Pj Gubernur Banten dan Kadis PUPR.
Legislator asal Dapil Kab. Lebak ini mengaku sudah mengantongi siapa-siapa yang ada di pusaran kedua perusahaan tersebut, siapa dalangnya, siapa pemodalnya dan siapa Direktur Cabangnya, tentunya mereka yang memiliki konektivitas sebelum menerima kontrak atau sebelum di pilih oleh PPK melalui etalase prodak E-katalog Lokal Provinsi Banten.
Dampak negatif dari persoalan di atas menurut Musa bukan hanya berpotensi adanya dugaan korupsi yang berakibat pada kerugian negara dan tidak sesuai dengan tatacara E-katalog yang obyektif dan profesional, namun berdampak pada lambatnya pekerjaan. Seperti yang terjadi saat ini, progres pekerjaan belum mencapai target yang maksimal padahal sudah bekerja lebih dari 210 hari kalender, namun bobot bari di kisaran 60% (enam puluh persen).
“Di lapangan menggunakan matrial beton FC 45 tidak sesuai dengan dokumen penawaran yang sebelumnya ada di etalase produk E-katalog LKPP, parahnya lagi ketika saya datang ke lokasi semua pesonil inti yang seharusnya stand by di lapangan malah tidak ada orangnya, baik personil inti PT. Ris Putra Delta maupun PT. Lambok Ulina. Diduga kuat para tenaga ahli tersebut hanya dicatut namanya saja untuk memuluskan kontrak kerja proyek tersebut, bisa jadi mereka hanya datang saat Pre Construction Meeting (PCM).” Ungkap Musa.
Sementara itu Kepala Dinas PUPR , Saat dikonfirmasi terkait persoalan tersebut , tidak memberikan jawaban apapun.
( WS/ TLB )